SELAMAT DATANG DI SABUNKERING MAINKAN INIPOKER DI LINK ALTERNATIF BANGMACAN.COM MINIMAL DEPOSIT 25.000 MINIMAL WITHDRAW 50.000 DAN DAPATKAN BONUS CASH BACK 0.3% DI BAGIKAN 2 KALI DALAM SEMINGGU

Juraganku Telah menodaiku


Juraganku Telah menodaiku - Ini terjadi ketika aku masih usia 14 tahun. Aku yang baru saja lulus SD bingung mau kemana, melanjutkan sekolah nggak mungkin sebab Bapakku sudah satu tahun yang lalu meninggal. Sedangkan Ibuku hanya penjual nasi bungkus di kampus dan kedua kakakku pergi entah bagaimana kabarnya. Sebab sejak pamitan mau merantau ke Pulau Bali nggak pernah ada kabar bahkan sampai Bapak meninggalpun juga nggak tahu. Adik perempuanku yang masih kelas dua SD juga membutuhkan biaya.

Akhirnya aku hanya bisa main-main saja sebab meski aku anak laki-laki satu-satunya aku mau kerja masih belum kuat dan takut untuk pergi merantau tanpa ada yang mengajak. Suatu ketika ada saudara Bapakku yang datang dengan seorang tamu laki-laki. Kata pamanku dia membutuhkan orang yang mau menjaga rumahnya dan merawat taman. Setelah aku berpikir panjang aku akhirnya mau dengan mempertimbangkan keadaan Ibuku.

Berangkatlah aku ke kota Jember tepatnya di perumahan daerah kampus. Aku terkagum-kagum dengan rumah juragan baruku ini, disamping rumahnya besar halamannya juga luas. Juraganku sebut saja namanya Pak Bimo, Ia Jajaran direksi Bank ternama di kota Jember, Ia mempunya dua Anak Perempuan yang satu baru saja berkeluarga dan yang bungsu kelas 3 SMA namanya Stella, usianya kira-kira 18 tahun. Sedangkan istrinya membuka usaha sebuah toko busana yang juga terbilang sukses di kota tersebut, dan masih ada satu pembantu perempuan Pak Bimo namanya Bik Ningsih usianya kira-kira 27 tahun.

Teman Stella banyak sekali setiap malam minggu selalu datang kerumah kadang pulang sampai larut malam, hingga aku tak bisa tidur sebab harus nunggu teman Non Stella pulang untuk mengunci gerbang, kadang juga bergadang sampai pukul 05.00. Mungkin kacapekan atau memang ngantuk usai bergadang malam minggu, yang jelas pagi itu kamar Non Stella masih terkunci dari dalam. Aku nggak peduli sebab bagiku bukan tugasku untuk membuka kamar Non Stella, aku hanya ditugasi jaga rumah ketika Pak Bimo dan Istrinya Pergi kerja dan merawat tamannya saja.

Pagi itu Pak Bimo dan Istrinya pamitan mau keluar kota, katanya baru pulang minggu malam sehingga dirumah itu tinggal aku, Bik Ningsih dan Non Stella. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 tapi Non Stella masih belum bangun juga dan Bik Ningsih sudah selesai memasak.

“Joni, aku mau belanja tolong pintu gerbang dikunci.”

“Iya Bik!” jawabku sambil menyiram tanaman didepan rumah. Setelah Bik Ningsih pergi aku mengunci pintu gerbang. Setelah selesai menyiram taman yang memang cukup luas aku bermaksud mematikan kran yang ada di belakang. Sesampai didepan kamar mandi aku mendengar ada suara air berkecipung kulihat kamar Non Stella sedikit terbuka berarti yang mandi Non Stella. Tiba-tiba timbul niat untuk mengintip. Aku mencoba mengintip dari lubang kunci, ternyata tubuh Non Stella mulus dan susunya sangat kenyal, kuamati terus saat Non Stella menyiramkan air ke tubuhnya, dengan perasaan berdegap aku masih belum beranjak dari tempatku semula.

Baru pertama ini aku melihat tubuh perempuan tanpa tertutup sehelai benang. Sambil terus mengintip, tanganku juga memegangi penisku yang memang sudah tegang, kulihat Non Stella membasuh sabun keseluruh badannya aku nggak melewatkan begitu saja sambil tanganku terus memegangi penis. Aku cepat-cepat pergi, sebab Non Stella sudah selesai mandinya namun karena gugup aku langsung masuk ke kamar WC yang memang berada berdampingan dengan kamar mandi, disitu aku sembunyi sambil terus memegangi penisku yang dari tadi masih tegang.

Cukup lama aku di dalam kamar WC sambil terus membayangkan yang baru saja kulihat, sambil terus merasakan nikmat aku tidak tahu kalau Bik Ningsih berada didepanku. Aku baru sadar saat Bik Ningsih menegurku,

“Ayo.. ngapain kamu.”

Aku terkejut cepat-cepat kututup resleting celanaku, betapa malunya aku.

“Ng.. nggak Bik..” kataku sambil cepat-cepat keluat dari kamar WC. Sialan aku lupa ngunci pintunnya, gerutuku sambil cepat-cepat pergi.

Esoknya usai aku menyiram taman, aku bermaksud ke belakang untuk mematikan kran, tapi karena ada Bik Ningsih mencuci kuurungkan niat itu.

“Kenapa kok kembali?” tanya Bik Ningsih.

“Ah.. enggak Bik..” jawabku sambil terus ngeloyor pergi.

“Lho kok nggak kenapa? Sini saja nemani Bibik mencuci, lagian kerjaanmu kan sudah selesai, bantu saya menyiramkan air ke baju yang 

akan dibilas,” pinta Bik Ningsih.

Akhirnya akupun menuruti permintaan Bik Ningsih. Entah sengaja memancing atau memang kebiasaan Bik Ningsih setiap mencuci baju selalu menaikkan jaritnya diatas lutut, melihat pemandangan seperti itu, jantungku berdegap begitu cepat

“Begitu putihnya paha Bik Ningsih ini” pikirku, lalu bayanganku mulai nakal dan berimajinasi untuk bisa mengelus-ngelus paha putih Bik Ningsih.

“Heh! kenapa melihat begitu!” pertanyaan Bik Ningsih membuyarkan lamunanku

“Eh.. ngg.. nggak Bik” jawabku dengan gugup.

“Sebentar Bik, aku mau buang air besar” kataku, lalu aku segera masuk kedalam WC, tapi kali ini aku tak lupa untuk mengunci pintunya.

Didalam WC aku hanya bisa membayangkan paha mulus Bik Ningsih sambil memegangi penisku yang memang sudah menegang cuma waktu itu aku nggak merasakan apa-apa, cuma penis ini tegang saja. Akhirnya aku keluar dan kulihat Bik Ningsih masih asik dengan cucianya.

“Ngapain kamu tadi didalam Jon?” tanya Bik Ningsih.

“Ah.. nggak Bik cuma buang air besar saja kok,” jawabku sambil menyiramkan air pada cuciannya Bik Ningsih.

“Ah yang bener? Aku tahu kok, aku tadi sempat menguntit kamu, aku penasaran jangan-jangan kamu melakukan seperti kemarin ee..nggak taunya benar,” kata Bik Ningsih

“Hah..? jadi Bibik mengintip aku?” tanyaku sambil menunduk malu.

Tanpa banyak bicara aku langsung pergi.


“Lho.. kok pergi?, sini Jon belum selesai nyucinya, tenang saja Jon aku nggak akan cerita kepada siapa-siapa, kamu nggak usah malu 

sama Bibik ” panggil Bik Biatun. Kuurungkan niatku untuk pergi.

“Ngomong-ngomong gimana rasanya saat kamu melakukan seperti tadi Jon?” tanya Bik Ningsih.

“Ah nggak Bik,”jawabku sambil malu-malu.

“Nggak gimana?” tanya Bik Ningsih seolah-olah mau menyelidiki aku.

“Nggak usah diteruskan Bik aku malu.”

“Malu sama siapa? Lha wong disini cuma kamu sama aku kok, Non Stella juga sekolah, Pak Beny kerja?” kata Bik Ningsih.

“Iya malu sama Bibik, sebab Bibik sudah tahu milikku,” jawabku.

“Oalaah gitu aja kok malu, sebelum tahu milikmu aku sudah pernah tahu sebelumnya milik mantan suamiku dulu, enak ya?”

“Apanya Bik?” tanyaku

“Iya rasanya to..?” gurau Bik Ningsih tanpa memperdulikan aku yang bingung dan malu padanya.

“Sini kamu..” kata Bik Ningsih sambil menyuruhku untuk mendekat, tiba-tiba tangan tangan Bik Ningsih memegang penisku.

“Jangan Bik..!!” sergahku sambil berusaha meronta, namun karena pegangannya kuat rasanya sakit kalau terus kupaksakan untuk meronta.

Akhirnya aku hanya diam saja ketika Bik Ningsih memegangi penisku yang masih didalam celana pendekku. Pelan tapi pasti aku mulai menikmati pegangan tangan Bik Ningsih pada penisku. Aku hanya bisa diam sambil terus melek merem merasakan nikmatnya pegangan tangan Bik Ningsih. lalu Bik Ningsih mulai melepas kancing celanaku dan melorotkanya kebawah. Penisku sudah mulai tegang dan tanpa rasa jijik Bik Ningsih Jongkok dihadapanku dan menjilati penisku.

“Ach.. Bik.. geli,” kataku sambil memegangi rambut Bik Ningsih.

Bik Ningsih nggak peduli dia terus saja mengulum penisku, Bik Ningsih berdiri lalu membuka kancing bajunya sendiri tapi tidak semuanya, kulihat pemandangan yang menyembul didepanku yang masih terbungkus kain kutang dengan ragu-ragu kupegangi. Tanpa merasa malu, 

Bik Ningsih membuka tali kutangnya dan membiarkan aku terus memegangi susu Bik Ningsih, dia mendesah sambil tangannya terus memegangi penisku. Tanpa malu-malu kuemut pentil Bik Ningsih.

“Ach.. Jon.. terus Jon..”

Aku masih terus melakukan perintah Bik Ningsih, setelah itu Bik Ningsih kembali memasukkan penisku kedalam mulutnya. aku hanya bisa mendesah sambil memegangi rambut Bik Ningsih.

“Bik aku seperti mau pipis,” lalu Bik Ningsih segera melepaskan kulumannya dan menyingkapkan jaritnya yang basah, kulihat Bik Ningsih nggak memakai celana dalam.

“Sini Jon..,” Bik Ningsih mengambil posis duduk, lalu aku mendekat.

“Sini.. masukkan penismu kesini.” sambil tangannya menunjuk bagian selakangannya.

Dibimbingnya penisku untuk masuk ke dalam vagina Bik Ningsih.

“Terus Jon tarik, dan masukkan lagi ya..”

“Iya Bik” kuturuti permintaan Bik Ningsih, lalu aku merasakan seperti pipis, tapi rasanya nikmat sekali.

Setelah itu aku menyandarkan tubuhku pada tembok.

“Jon.. gimana, tahu kan rasanya sekarang?” tanya Bik Ningsih sambil membetulkan tali kancingnya.

“Iya Bik..”jawabku.

Esoknya setiap isi rumah menjalankan aktivitasnya, aku selalu melakukan adegan ini dengan Bik Ningsih. Saat itu hari Sabtu, kami nggak nyangka kalau Non Stella pulang pagi. Saat kami tengah asyik melakukan kuda-kudaan dengan Bik Ningsih, Non Stella memergoki kami.

” Hah? Apa yang kalian lakukan! Kurang ajar! Awas nanti tak laporkan pada papa dan mama, kalian!”

Melihat Non Stella kami gugup bingung, “Jangan Non.. ampuni kami Non,” rengek Bik Ningsih.

“Jangan laporkan kami pada tuan, Non.”

Akupun juga takut kalau sampai dipecat, akhirnya kami menangis di depan Non Stella, mungkin Non Stella iba juga melihat rengekan kami berdua.

“Iya sudah jangan diulangi lagi Bik!!” bentak Non Stella.

“Iy.. iya Non,” jawab kami berdua.

Esoknya seperti biasa Non Stella selalu bangun siang kalau hari minggu, saat itu Bik Ningsih juga sedang belanja sedang Pak Beny dan Istrinya ke Gereja, saat aku meyirami taman, dari belakang kudengar Non Stella memanggilku,

“Joon!! Cepat sini!!” teriaknya.

“Iya Non,” akupun bergegas kebelakang tapi aku tidak menemukan Non Stella.

“Non.. Non Stella,” panggilku sambil mencari Non Stella.

“Tolong ambilkan handuk dikamarku! Aku tadi lupa nggak membawa,” teriak Non Stella yang ternyata berada di dalam kamar mandi.

“Iya Non.”

Akupun pergi mengambilkan handuk dikamarnya, setelah kuambilkan handuknya “Ini Non handuknya,” kataku sambil menunggu diluar.

“Mana cepat..”

“Iya Non, tapi..”

“Tapi apa!! Pintunya dikunci..”

Aku bingung gimana cara memberikan handuk ini pada Non Stella yang ada didalam? Belum sempat aku berpikir, tiba-tiba kamar mandi terbuka. Aku terkejut hampir tidak percaya Non Stella telanjang bulat didepanku.

“Mana handuknya,” pinta Non Stella.

“I.. ini Non,” kuberikan handuk itu pada Non Stella.

“Kamu sudah mandi?” tanya Non Stella sambil mengambil handuk yang kuberikan.

“Be..belum Non.”

“Kalau belum, ya.. sini sekalian mandi bareng sama aku,” kata Non Stella.


Belum sempat aku terkejut akan ucapan Non Stella, tiba-tiba aku sudah berada dalam satu kamar mandi dengan Non Stella, aku hanya bengong ketika Non Stella melucuti kancing bajuku dan membuka celanaku, aku baru sadar ketika Non Stella memegang milikku yang berharga.

“Non..,” sergahku.

“Sudah ikuti saja perintahku, kalau tidak mau kulaporkan perbuatanmu dengan Bik Ningsih pada papa,” ancamnya.

Aku nggak bisa berbuat banyak, sebagai lelaki normal tentu perbuatan Non Stella mengundang birahiku, sambil tangan Non Stella bergerilya di bawah perut, bibirnya mencium bibirku, akupun membalasnya dengan ciuman yang lembut. Lalu kuciumi buah dada Non Stella yang singsat dan padat. Non Stella mendesah, “Augh..”Kuciumi, lalu aku tertuju pada selakangan Non Stella, kulihat bukit kecil diantara paha Non Stella yang ditumbuhi bulu-bulu halus, belum begitu lebat aku coba untuk memegangnya. Non Stella diam saja, lalu aku arahkan bibirku diantara selakangan Non Stella.

“Sebentar Jon..,” kata Non Stella, lalu Non Stella mengambil posisi duduk dilantai kamar mandi yang memang cukup luas dengan kaki dilebarkan, ternyata Non Stella memberi kelaluasaan padaku untuk terus menciumi vaginanya.Melihat kesempatan itu tak kusia-siakan, aku langsung melumat vaginanya kumainkan lidahku didalm vaginanya.

“Augh.. Jon.. Jon,” erangan Non Stella, aku merasakan ada cairan yang mengalir dari dalam vagina Non Stella. Melihat erangan Non Stella kulepaskan ciuman bibirku pada vagina Non Stella, seperti yang diajarkan Bik Ningsih kumasukkan jemari tanganku pada vagina Non 

Stella. Non Stella semakin mendesah, “Ugh Jon.. terus Jon..,” desah Non Stella. Lalu kuarahkan penisku pada vagina Non Stella.Bless.. bless.. Batangku dengan mudah masuk kedalam vagina Non Stella, ternyata Non Stella sudah nggak perawan, kata Bik Ningsih seorang dikatakan perawan kalau pertama kali melakukan hubungan intim dengan lelaki dari vaginanya mengeluarkan darah, sedang saat kumasukkan penisku ke dalam vagina Non Stella tidak kutemukan darah.

Kutarik, kumasukkan lagi penisku seperti yang pernah kulakukan pada Bik Ningsih sebelumnya. “Non.. aku.. mau keluar Non.”

“Keluarkan saja didalam Jon..”

“Aggh.. Non.”

“Jon.. terus Jon..”

Saat aku sudah mulai mau keluar, kubenamkan seluruh batang penisku kedalam vagina Non Stella, lalu gerkkanku semakin cepat dan cepat.

“Ough.. terus.. Jon..”

Kulihat Non Stella menikmati gerakanku sambil memegangi rambutku, tiba-tiba kurasakan ada cairan hangat menyemprot ke penisku saat itu juga aku juga merasakan ada yang keluar dari penisku nikmat rasanya. Kami berdua masih terus berangkulan keringat tubuh kami bersatu, lalu Non Stella menciumku.

“Terima kasih Jon kamu hebat,” bisik Non Stella.

“Tapi aku takut Non,” kataku.

“Apa yang kamu takutkan, aku puas, kamu jangan takut, aku nggak akan bilang sama papa” kata Non Stella. Lalu kami mandi bersama-sama dengan tawa dan gurauan kepuasan.

Sejak saat itu setiap hari aku harus melayani dua wanita, kalau di rumah hanya ada aku dan Bik Ningsih, maka aku melakukannya dengan Bik Ningsih. Sedang setiap Minggu aku harus melayani Non Stella, bahkan kalau malam hari semua sudah tidur, tak jarang Non Stella mencariku di luar rumah tempat aku jaga dan di situ kami melakukannya.

0 comments:

Post a Comment