SELAMAT DATANG DI SABUNKERING MAINKAN INIPOKER DI LINK ALTERNATIF BANGMACAN.COM MINIMAL DEPOSIT 25.000 MINIMAL WITHDRAW 50.000 DAN DAPATKAN BONUS CASH BACK 0.3% DI BAGIKAN 2 KALI DALAM SEMINGGU

Crot 2 kali dengan Dokter Medical





Crot 2 kali dengan Dokter Medical - Sebelum masuk didalam sebuah perusahaan besar dikota J, aku ingin menceritakan sedikit pengalamanku bagaimana latar belakang ketika ingin masuk kedalam perusahaan ini, waktu itu sekitar Tahun 2017 Tepat dimana umurku saat itu masih 21 Tahun aku mengikuti mengikuti salah satu persyaratan untuk masuk kedalam perusahaan itu melalui Medical Check up di salah satu klik yang berada dekat tempat tinggal ku. Saat itu aku masih belum mengerti sama sekali apa saja yang biasa dilakukan oleh dokter ketika medical check up, karena memang pada saat itu aku pertama kalinya melakukan test itu.


Ketika ke-esokan harinya aku mengunjungi salah satu klinik yang ditujukan oleh perusahaan tersebut untuk medical check up itu, Sebenarnya ada perasaan tidak enak karena memang aku takut dengan darah dan pasti ada pemeriksaan air seni juga.

Kemudian diperiksa oleh dokter memakai stetoskop untuk menyakinkan bahwa aku terkena penyakit atau tidak. Itu saja menurut aku, tidak ada yang lain. Dokter yang akan memeriksa aku paling-paling juga dokter cowok.

Dengan sekali-sekali menguap karena jenuh karena sudah hampir setengah jam aku menunggu dokter yang tak kunjung datang. Padahal aku sudah melalui proses medical check up yang pertama, yaitu pemeriksaan darah, air seni, dan kotoran.

Beberapa kali aku menanyakan pada orang di loket pendaftaran dan selalu memperoleh jawaban sama, yaitu agar aku sabar sebab dokternya dalam perjalanan dan mungkin sedang terjebak macet. Aku melihat arloji di tangan aku. Akhirnya aku memutuskan bahwa kalau dokternya tidak juga datang limabelas menit lagi, maka aku akan pulang saja ke rumah.

Dengan menarik nafas kesal, aku memandangi sekeliling aku. Tahu-tahu mata aku tertumbuk pada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam klinik tersebut. Waaah, cantik juga dia. Aku taksir usianya sekitar 35 tahun. Tetapi alamak, tubuhnya seperti cewek baru duapuluhan. Kencang dan padat. 

Payudaranya yang membusung cukup besar itu tampak semakin menonjol di balik kaos oblong ketat yang ia kenakan.
Gumpalan pantatnya di balik celana jeans-nya yang juga ketat, teramat membangkitkan selera. Batinku, coba dokternya dia ya. Tidak apa-apa deh kalau harus diperiksa berjam-jam olehnya. Akan tetapi karena rasa bosan yang sudah menjadi-jadi, aku tidak memperhatikan wanita itu lagi. Aku kembali tenggelam dalam lamunan yang tak tentu arahnya.

“Mas, silakan masuk. Itu dokternya sudah datang.” Petugas di loket pendaftaran membuyarkan lamunan aku. Saat itu aku sudah hendak memutuskan untuk pulang ke rumah, mengingat waktu sudah berlalu 15menit. Dengan malas-malasan aku bangkit dari bangku dan berjalan masuk ke ruang periksa dokter.

“Selamat malam”, suara lembut menyapa saat aku membuka pintu ruang periksa dan masuk ke dalam. Aku menoleh ke arah suara yang amat menyejukkan hati itu. Aku terpana, ternyata dokter yang akan memeriksa aku adalah wanita cantik yang tadi sempat aku perhatikan sejenak. Seketika itu juga aku menjadi bersemangat kembali.
“Selamat malam, Dok”, sahut aku. Ia tersenyum. Aah, luluhlah hati aku karena senyumannya ini yang semakin membuatnya cantik.
“Oke, sekarang coba kamu buka kaos kamu dan berbaring di sana”, kata sang Dokter Renata ambil menunjuk ke arah tempat tidur yang ada di sudut ruang periksa tersebut.
Aku pun menurut. Setelah menanggalkan kaos oblong, aku membaringkan diri di tempat tidur. Dokter yang ternyata bernama Dokter Renata itu menghampiri aku dengan berkalungkan stetoskop di lehernya yang jenjang dan putih.

“Kamu pernah menderita penyakit berat? Tipus? Lever atau yang lainnya?” Tanyanya. Aku menggeleng.

“Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya.” Dengan stetoskopnya, Dokter Renata memeriksa tubuh aku. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada aku, seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh aku. Tanpa aku sadari, aku rasakan, batang Penis aku mulai menegang. Aku menjadi gugup, takut kalau Dokter Renata tahu.

Tapi untung ia tidak memperhatikan gerakan di balik celana aku. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati aku untuk memeriksa apakah bagian tersebut terasa sakit atau tidak, semakin membuat batang Penis aku bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di balik celana panjang aku.

“Wah, kenapa kamu ini? Kok itu kamu berdiri? Terangsang aku ya?” Mati deh! Ternyata Dokter Renata mengetahui apa yang terjadi di selangkangan aku. Aduh! Muka ini rasanya mau ditaruh di mana. Malu sekali!

“Nah, coba kamu lepas celana panjang dan celana dalam kamu. Aku mau periksa kamu menderita hernia atau tidak.” Nah lho! Kok jadi begini?! Tapi aku menurut saja. Aku tanggalkan seluruh celana aku, sehingga aku telanjang bulat di depan Dokter Renata yang bak bidadari itu.
Gila! Dokter Renata tertawa melihat batang Penis aku yang mengeras itu. Batang Penis aku itu memang tidak terlalu panjang dan besar, malah termasuk berukuran kecil. Tetapi jika sudah menegang seperti saat itu, menjadi cukup menonjol.

“Uh, Penis kamu biar kecil tapi bisa tegang juga”, kata Dokter Renata sambil mengelus batang Penis aku dengan tangannya yang halus.
Wajah aku menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, batang Penis aku semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter Renata . Dokter Renata masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang Penis aku itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas buah zakar aku.

“Mmm.. Kamu pernah bermain?” Aku menggeleng. Baru kali ini aku telanjang di depan seorang wanita! Mana cantik dan molek lagi!

“Aahh..” Aku mendesah ketika mulut Dokter Renata mulai mengulum batang Penis aku. Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir digelitiknya ujung Penis aku itu, membuat aku menggerinjal-gerinjal. Seluruh batang Penis aku sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Renata yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya batang Penis aku. Terasa geli dan nikmat sekali. Baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang tak tertandingi seperti ini.

Dokter Renata segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan mengeluarkan batang Penis aku dari dalam mulutnya berulang-ulang. Gesekan-gesekan antara batang Penis aku dengan dinding mulutnya yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi aku.

“Auuh.. Aaahh..” Akhirnya aku sudah tidak tahan lagi. Penis aku menyemprotkan cairan kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Renata . Bagai kehausan, Dokter Renata meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.

“Duh, masa baru begitu saja kamu udah keluar.” Dokter Renata meledek aku yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.

“Dok.. Aku.. baru pertama kali.. melakukan ini..” jawab aku terengah-engah.
Dokter Renata tidak menjawab. Ia melepas jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju di dekat pintu. Kemudian ia menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga celana jeans-nya. Mata aku melotot memandangi payudara montoknya yang tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin mencelat keluar dari balik BH-nya yang halus.

Mata aku serasa mau melompat keluar sewaktu Dokter Renata mencopot BH-nya dan melepaskan celana dalamnya. Astaga! Baru sekarang aku pernah melihat payudara sebesar ini. Sungguh besar namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya masih menggumpal bulat yang montok dan kenyal, benar-benar tubuh paling sempurna

Batang penis aku mulai bangkit kembali menyaksikan pemandangan yang teramat indah ini.
Dokter Renata kembali menghampiri aku. Ia menyodorkan payudaranya yang menggantung kenyal ke wajah aku. Tanpa mau membuang waktu, aku langsung menerima pemberiannya. Mulut saja langsung menyergap payudara nan indah ini.
Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi itu, mengingatkan aku waktu aku menyusu pada ibu aku selagi kecil. Dokter Renata adalah wanita yang kedua yang pernah aku isap-isap payudaranya, tentu saja setelah ibu aku saat aku masih kecil.

“Uuuhh.. Aaah..” Dokter Renata mendesah-desah tatkala lidah aku menjilat-jilat ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang. Aku permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali aku gigit puting susunya itu. 
Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Renata menggelinjang sambil meringis-ringis.

Tak lama kemudian, batang Penis aku sudah siap tempur kembali. Aku menarik tangan Dokter Renata agar ikut naik ke atas tempat tidur. Dokter Renata memahami apa maksud aku. Ia langsung naik ke atas tubuh aku yang masih berbaring tertelentang di tempat tidur. Perlahan-lahan dengan tubuh sedikit menunduk ia mengarahkan batang Penis aku ke liang kewanitaannya yang sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat kehitaman.

Lalu dengan cukup keras, setelah batang Penis aku masuk ke vagina dokter renata, ia menurunkan pantatnya, membuat batang Penis aku harus menelan keseluruhnya di dalam vagina nya. Aku melenguh keras dan berjingga-jingga cukup kencang waktu ujung batang Penis aku menyentuh pangkal liang kewanitaan Dokter Renata. Menyadari bahwa aku mulai terangsang.

 Dokter Renata membuat aku semakin nafsu. Ia menggerak-gerakkan pantatnya berputar-putar ke kiri ke kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya berulang-ulang dengan waktu yang cukup lama semakin tinggi. Membuat tubuh aku menjadi bersemangat untuk merasakan nikmat yang ada pada Dokter Jalan ini.

Aku merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang Penis aku sudah nyaris menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun aku mencoba menahannya sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter Renata yang liar itu.

Akhirnya.., “Aaahh.. Ouuhh..” Aku dan Dokter Renata sama-sama menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Aku menyemprotkan air mani aku di dalam liang kewanitaan Dokter Renata yang masih berdenyut-denyut menjepit batang Penis aku.
Demikianlah peristiwa yang terjadi siang itu. 

Dan mau tahu apa hasil medical check up tersebut? Aku dinyatakan sehat secara fisik dan tentu saja secara mental. Apalagi secara birahi. Dan akhirnya aku berhasil diterima di perusahaan besar itu yang merupakan impian aku sejak lama dan aku berhasil mendapatkan asuransi policy dari AIA sekalian membantu teman aku mendapatkan komisinya.

Sayangnya, ngeuwek dengan Dokter Renata merupakan pengalaman aku yang pertama dan yang terakhir. Ia sepertinya menghindar saat aku datang ke tempat praktek dokternya. Dengan alasan sibuk atau sejuta alasan lainnya, Dokter Renata selalu menolak menemui aku. Aku tidak tahu mengapa ia bersikap seperti itu. Ah, biar saja!



0 comments:

Post a Comment